Saat do’a tak terkabul

Do'a itu intinya ibadah. Do'a adalah senjata. Do'a adalah benteng. Do'a adalah obat. Do'a adalah pintu segala kebaikan. Begitulah ungkapan yang menggambarkan dahsyatnya kekuatan do'a. Allah, tempat diarahkannya do'a, memiliki dua sifat agung, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Tentang dua sifat itu, Abdullah Ibnul Mubarak berkata, "Ar-Rahman yaitu jika Dia diminta pasti memberi, sedang Ar-Rahim yaitu jika tidak dimintai maka Dia murka." (Fathul Bari 8/155).

Allah swt berfirman, "Katakanlah, 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS.Al-lsra': 110).


Ketika berbagai etika dan syarat do'a dipenuhi dan dilakukan, mungkinkah do'a-do'a yang terucap itu tertolak? Mungkinkah Allah swt tidak menerima do'a yang telah disampaikan secara tulus dan bersih? Perhatikanlah dialog antara Saad bin Abi Waqqas dengan Rasulullah saw. Suatu kali Saad datang menghadap kepada Rasulullah. Saad merasa dirinya sudah lama bermunajat kepada Allah, namun keinginannya tak kunjung dikabulkan. Dengan hati nelangsa, Saad melaporkan kegundahan hatinya. "Ya, Rasulullah saw, aku telah berdo'a, tetapi tak kunjung dikabulkan juga. Adakah gerangan yang salah?" Rasulullah pun menjawab, "Hai Saad, hindarkanlah makanan haram. Ketahuilah, setiap perut yang diisi dengan sesuatu yang haram, sekalipun hanya sesuap nasi, maka doanya ditolak selama 40 hari."

Dalam hidup ini, mungkin kita pernah mengalami keadaan sebagaimana yang dirasakan Sa'ad. Merasa do'a kita belum dikabulkan Allah. Tetapi, jawabannya, seperti diriwayatkan Abdullah bin Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada di muka bumi ini seorang muslim yang berdo'a kepada Allah, kecuali Allah pasti mengabulkan do'anya, atau menghindarkannya dari keburukan, selama ia tidak berdo'a untuk sesuatu yang dosa atau memutuskan silaturahim." Seorang sahabat yang mendengarnya mengatakan, "Kalau begitu, kita perbanyak saja berdo'a." Rasul mengatakan, "Walaupun kamu perbanyak, maka yang disisi Allah jauh lebih banyak." (HR. Turmudzi')

Dalam sabda Rasulullah yanq lain, juga diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, disebutkan, "Tidak ada seseorang yang berdo'a kepada Allah dengan sebuah do'a kecuali pasti dikabulkan, baik dipercepat di dunia atau ditabung untuknya di akhirat, atau dihapuskan darinya dosa-dosanya sebatas apa yang ia do'akan kepada Allah dan selama ia tidak berdo'a untuk sebuah dosa atau memutuskan silaturahim, atau tergesa-gesa meminta agar do'anya segera dikabulkan." Mendengar hal itu, seorang sahabat mengatakan, "Ya Rasulullah, bagaimana seseorang dikatakan tergesa-gesa ingin segera do'anya dikabulkan?" Rasulullah menjelaskan, "Seperti orang yang mengatakan: 'Aku sudah berdoa kepada Allah tapi Allah tidak mengabulkan do'aku."

Ini artinya, ada banyak kemungkinan yang Allah berikan, tatkala kita merasa do'a kita belum dikabulkan. Pertama, memang tidak dikabulkan karena tidak cukup syarat dan adab berdoa. Kedua, sudah dikabulkan tetapi ditunda pembalasannya, menjadi semacam investasi di akhirat. Ketiga, diganti dengan pahala yang lain seumpamanya dengan berbagai kebaikan, misalnya dengan pengampunan dosa, dihindari dari marabahaya, dibimbing ke arah yang baik dan sebagainya.

Perhatikanlah sebuah kisah cukup populer mengenai seorang salafushalih bernama Ibrahim bin Adham, yang suatu ketika berjalan di tengah pulsar kota Basrah, Irak. Melihat ulama besar kharismatik yang langka itu, penduduk Basrah tidak menyia-nyiakan kesempatan baik itu untuk bertanya. Ketika itu masyarakat Basrah sedang dilanda kemelut sosial yang sangat melelahkan, dan solusi tak kunjung ditemukan, bahkan do'a pun terasa tidak membantu memperbaiki keadaan. Penduduk Basrah pun mengadu kepada ulama besar tersebut, "Wahai Aba Ishak (nama panggilan akrab Ibrahim bin Adham), Allah berfirman dalam Al Qur'an agar kami berdoa. Kami warga Basrah sudah bertahun-tahun memanjatkan do'a, tetapi kenapa doa kami tak dikabulkan?"

Ibrahim bin Adham menjawab, "Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, bagaimana mungkin do'a kalian akan dikabulkan Allah! Kalian mengakui kekuasaan Allah, tetapi kalian tidak memenuhi hak-hak-Nya. Setiap hari kalian membaca Al Qur'an, tetapi kalian tidak mengamalkan isinya. Kalian selalu mengaku cinta kepada Rasul, tetapi kalian meninggalkan pola perilaku sunnah-sunnahnya. Setiap hari kalian membaca ta'awudz, berlindung kepada Allah dari setan yang kalian sebut sebagai musuh, tetapi setiap hari pula kalian memberi makan setan dan mengikuti langkahnya. Kalian selalu menyatakan ingin masuk surga, tetapi perbuatan kalian justeru bertentangan dengan keinginan itu. Katanya kalian takut masuk neraka, tetapi kalian justeru menncampakkan dirimu sendiri ke dalamnya. Kalian mengakui bahwa maut adalah keniscayaan, tetapi nyatanya kalian tidak rnerupersiapkan diri untuk menghadapinya. Kalian sibuk mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi terhadap  kesalahan diri, kalian malah tidak mampu melihatnya. Setiap saat kalian menikmati karunia Allah, tetapi kalian lupa mensyukurinya. Kalian sering rnenguburkan jenazah saudaramu, tetapi kalinn tidak bia mengambil pelajaran dari peristiwa itu "

Terakhir, ia mengatakan, "Wahai penduduk Basrah, ingatlah sabda Nabi: Berdo'alah kepada Allah, tetapi kalian harus yakin akan dikabulkan. Hanya saja kalian harus tahu bahwa Allah tidak berkenan mengabulkan do'a dari hati yang lalai dan main-main.

Karenanya, camkan baik-baik dalam lubuk hati kita prinsip bahwa Allah tidak akan melakukan sesuatu yang tidak baik bagi hamba-Nya yang berbuat baik. Prinsip seperti ini akan menjadikan kita tetap menjaga diri, memelihara batas-batas perintah Allah, dalam kondisi apapun. Meski dalam kondisi harapan tak terpenuhi, hajat yang tidak tertunaikan, bahkan musibah yang secara fisik tidak enak, tugas hamba Allah adalah semata-mata berpegang teguh kepada tuntunan dan perintah Allah. Selebihnya, Allah pasti akan memberi yang terbaik untuk kita. Hanya saja, kebaikan menurut Allah tidak selalu dapat teraba oleh mata dan pikiran kita. Di sanalah kenapa Allah berfirman dalam surat Ali-Imran, "Bisa jadi apa yang engkau benci itu baik bagi kalian. Bisa jadi juga apa yang engkau sukai itu buruk bagi kalian. (QS. Al-Baqarah: 216).".

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang