[Serial Anak Pahlawan 1]: Visi, Misi, Realitas, dan Strategi Mendidik Anak

Assalamualaikum w.w.

Ini lanjutan prolog sebelumnya, bagian pertama.

Wass.w.w.

[Serial Anak Pahlawan 1]: Visi, Misi, Realitas, dan Strategi Mendidik Anak

Oleh: Udo Yamin Majdi

Bismillah. Seorang pemanah, jika hanya membidik sasaran tanpa pernah memegang busur dan melepaskan anak panah, maka ia tidak mendapatkan apa-apa, selain hanya kelelahan. Apalagi orang yang tidak pernah membidik dan tidak tahu sama sekali tentang panah dan cara memanah. Sama halnya, orang tua yang memiliki cita-cita tinggi, visi besar, misi mulia, target yang jelas, jika tanpa pendidikan yang terencana, sistimatis, dan berkesinambungan, maka tidak akan memiliki anak yang ia idamkan, justru sebaliknya anak-anaknya, akan menjadi beban hidup dan sumber segala kekecewaan. Na'udzubillahi min dzalik!

Oleh sebab itu, dalam pertemuan kedua ini (setelah pertama kita dengan tema "Prolog Mendidik Anak Menjadi Pahlawan") kita mengambil tema seperti yang saya cantumkan dalam judul di atas. Kita sebagai pemanah, putra-putri kita sebagai anak panah, busur sebagai sarana pendidikan anak, dan sasaran sebagai cita-cita, impian, visi, dan misi kita dalam mendidik anak. Nah, tulisan ini, akan mengajak Anda untuk mendiskusikan tiga hal, satu: sasaran yang kita bidik, alias visi dan misi kita dalam mendidik anak; dua: di mana tempat kita memanah, atau kondisi kita saat ini, apakah sudah menikah atau belum; sudah punya anak atau belum; dan tiga, cara kita membidik atau melepas anak panah, dengan kata lain, kita harus memiliki strategi dalam menjembatani antara visi dan misi kita dengan realitas kita saat ini.  

Baik, mari kita bahas satu persatu:

Pertama, Visi dan Misi

Setiap bayi yang lahir, seperti anak panah yang melesat dari busur. Kemana anak panah itu akan menancap, sangat tergantung ke arah mana anak panah itu kita bidikan. Begitu juga dengan nasib hidup anak kita, sangat tergantung dengan visi-misi kita dalam mendidik anak. Visi-misi itu sangat mempengaruhi seluruh keputusan maupun proses apa yang kita lakukan sejak kita memilih pasangan hidup, saat aqad nikah, malam pertama, bulan madu, saat isteri hamil, saat melahirkan, saat memberi nama, saat mendidik anak dari balita hinga dewasa, saat memilih lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi), saat menikahkan anak, dan seterusnya.

Dari mana visi dan misi kita dalam mendidik anak itu muncul? Visi dan misi ini, sebagai turunan dari visi dan misi hidup kita atau visi dan misi keluarga. Bagi yang menikah berangkat dari dien (Islam), mungkin tidak terlalu sulit untuk merumuskan visi dan misi itu. Sebab, cara pandang terhadap persoalan besar, seperti masalah ketuhanan (al-uluhiyah), kemanusiaan (Al-insaniyah), alam semesta (al-kawniyah), dan kehidupan (al-hayah), relatif akan sama,apalagi bila keduanya merujuk pada Al-Quran dan As-Sunnah.

Selanjutnya, manakala cara pandang terhadap empat hal itu terselesaikan, baru kemudian menyamakan apa sebenar yang paling mereka berdua inginkan dalam hidup ini. Keinginan bersama inilah nanti akan membentuk visi dan misi keluarga. Dan salah satu poin dari visi-misi keluarga itu adalah visi-misi tentang anak.

Lagi-lagi, jika kita merujuk pada Islam, akan sangat mudah merumuskan visi dan misi tentang anak itu. Sebab, berdasarkan hadis nabi, sebenarnya yang kita cari di dunia ini tidak lebih dari tiga hal, 1) mencari rizki dengan bekerja; mencari ilmu dengan belajar; dan 3) mencari pasangan hidup dengan menikah. Hasil kerja itu seharusnya bisa membantu kita untuk shodaqah jariyah; hasil belajar itu bisa membantu kita untuk menjadi orang yang bermanfa'at; dan hasil menikah itu bisa melahirkan generasi sholeh dan sholehah. Ketika kita meninggal, maka ketiga hal ini, bagi kita akan menjadi bekal mati, sedangkan bagi orang lain akan menjadi warisan.

Jadi, sangat jelas visi dan misi dalam mendidik anak adalah membentuk generasi sholeh dan sholehah. Hanya saja, dalam mengungkapkan dan membahasakan anak sholeh-sholehah itu, setiap orang mungkin akan berbeda, sehingga terkesan beda visi dan misi, padahal sama. Itu sah-sah saja, yang penting hakikatnya, bermuara kepada generasi sholeh-sholehah.

Misalnya, saya dan isteri saya, merumuskan visi keluarga sekaligus visi tentang anak dengan kata ini: Kulluna 'Ibadurrahman (Kami adalah Hamba Allah Yang Maha Pengasih). Dan penjelasan visi ini, telah saya tulis dan posting di milis ini, yang berjudul "Serial Makna Rahmat". Itulah cara saya dan isteri saya dalam memandang empat hal di atas (al-uluhiyah, al-insaniyah, alkawniyah, dan al-hayah).

Dari visi tersebut melahirkan misi kami. Untuk merumuskan misi itu juga tidak sulit, sebab sifat-sifat Ibadurrahman itu telah Allah beritahukan kepada kita dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 63-77.
1. Rendah hati.
2. Selalu berkata yang baik
3. Tekun dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
4. Senantiasa berdo'a
5. Tidak royal dan tidak kikir
6. Hanya berTuhankan Allah.
7. Tidak membunuh [makhluk] yang diharamkan Allah.
8. Tidak berzina.
9. Bertaubat secara sungguh-sungguh.
10. Tidak bersumpah palsu.
11. Jauh dari hal-hal yang kurang bermanfa'ah
12. Terbuka telinga dan mata hatinya (terus belajar).
13. Bertanggung jawab atas keturunannya.
14. Menjadi pemimpin berdasarkan ketaatan kepada Allah

Itulah contoh visi dan misi saya dan isteri saya dalam mendidik anak. Silahkan Anda merumuskan visi dan misi dalam mendidik anak!

KEDUA, REALITAS

Kalau visi dan misi berbicara apa yang "seharusnya" kita raih dan waktunya "akan datang", maka realitas membahas tentang "apa adanya" atau "kondisi" kita dan waktunya "saat ini". Dengan memahami realitas kita, ini akan mempengaruhi masalah ketiga (nanti kita bahas), yaitu strategi. Kekuatan yang kita butuh untuk sasaran tembak 10 meter, jelas akan berbeda dengan sasaran tembak 100 meter. Sama halnya dalam menentukan strategi dalam meraih visi dan misi itu, sangat dipengaruhi oleh kondisi kita saat ini. Bila kita telah merumuskan visi dan misi, dan kondisi kita belum menikah, maka akan sangat berbeda ketika kita sudah menikah.

Lantas bagaimana kita merumuskan realitas kita? Kita gunakan analisa SWOT, yang sudah populer diantara kita. Iya, kita tinggal merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang, dan rintangan kita dalam meraih visi dan misi kita itu. Kekuatan dan kelemahan berkaitan dengan apa yang ada dalam diri kita, sedangkan peluang dan rintangan berkaitan di luar diri kita. Kekuatan itu misalnya kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia jurusan psikologi anak, memiliki sifat keibuan, dst. Kelemahan, misalnya, sulit mengunkapkan isi hati, suka minder, dst. Peluang, punya suami berprofesi guru, keluarga memiliki lembaga pendidikan, dst. Dan rintangan, tetangga banyak preman, jauh dari karib kerabat, dst.

Dalam merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang, dan rintangan, itu sangat erat dengan misi yang kita tetapkan. Bisa jadi, tinggal di pedesaan itu sebagai peluang bila kita menetapkan misi "anak kita terbebas dari budaya hedonis", namun akan jadi rintangan bila kita menetapkan misi "anak kita kuliah di universitas terkenal di ibu kota" Wallahu a'lam bish shawab.

KETIGA, STRATEGI

Strategi dalam memanah, macam-macam. Ada yang sambil berdiri, jongkok, dan tiarap. Dalam mendidik anak pun, setiap orang memiliki strategi yang berbeda-beda. Bagi orang yang kaya berpendidikan tinggi dan tidak bekerja di luar rumah, mungkin strategi home schooling akan lebih mudah baginya, di bandingkan orang tamatan SD yang banting tulang mencari nafkah di luar rumah.

Atau, strategi mendapatkan anak sholeh, bagi yang belum nikah dengan yang sudah nikah juga akan berbeda. Saya merumuskan tentang anak itu, jauh hari sebelum saya menikah. Dua belas tahun sebelum saya menikah. Saya masih ingat, kelas 2 SLTP tahun 1993 saya sudah membayangkan tentang kriteria anak saya nanti, sedangkan saya menikah tahun 2005. Ini mempengaruhi strategi yang saya lakukan saat akan menikah, diantaranya:

1. Saya lebih terfokus memperbaiki diri daripada memikirkan siapa calon isteri saya. Yang penting saya memiliki kriteria, bahwa isteri saya punya pengalaman mendidik anak. Dan Al-hamdulillah, Allah mempertemukan saya dengan isteri saya yang punya pengalaman mengajar di TK sejak kelas 1 Mu'allimin (SLTA);

2. Saya berusaha mempelajari secara serius tentang ilmu pendidikan, psikologi, anak, dan keluarga. Bahkan ini yang menggerakkan saya saat tahun kedua di Mesir untuk mendirikan Studi Club IBADURRAHMAN yang secara khusus mengkaji Da'wah dan Tarbiyah Islamiyah;

Beda lagi strategi yang saya lakukan setelah menikah, antara lain:

1. Saya ajak isteri saya merumuskan tiga hal itu (visi-misi, realitas, dan strategi) dan kami juga merumuskan Komitmen Keluarga khusus dalam mendidik anak,

2. Selanjutnya dari rumusan itu, melahirkan Komitmen Keluarga yang khusus konsep kami dalam mendidik anak, kami beri nama: "Pendidikan Berbasis Kasih Sayang" (Tujuh Prinsip Mendidik Anak Menjadi Pahlawan; antara lain:
1. Kami mendidik anak kami dengan kasih sayang;
2. Kami menghargai setiap tindakan dan memuji setiap prestasi anak kami;
3. Kami memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak kami;
4. Kami membantu anak kami merumuskan impiannya;
5. Kami membimbing anak kami menemukan potensi diri dan peluang hidupnya;
6. Kami menunjukan cara meraih impian anak kami;
7. Kami menjadi contoh pertama orang sukses dan menceritakan kisah-kisah orang yang sukses dan orang gagal kepada anak kami.

Komitmen itu, saya print out, lalu saya beri figura dan saya gantung di dinding ruang tamu, tempat saya dan isteri mendidik anak kami.

3.  Dalam memberi nama anak-anak kami, kami merujuk kepada visi dan misi kami. Maka kami memiliki rumus sendiri dalam memberi nama itu, antara lain: a) setiap nama diambil dari akar kata rahmat sebagaimana inti dari visi dan misi kami; b) semua nama anak kami di tengahnya mencantumkan kata "Vira" (kalau laki2 dibaca Wira, kalau perempuang dibaca Vera) artinya pahlawan; c) untuk anak laki-laki di awal nama memakai ABDURRAHMAN, sedangkan akhirnya yang diganti dengan memakai nama berawalan huruf Fa (F) diambil dari bahasa Arab dan memakai isim fail (sebab anak kami ingin sebagai subjek/pelaku, bukan maf'ul/objek dari perubahan; d) untuk anak perempuan akhir nama memakai RAHIMA, sedangkan awalnya diubah memakai nama berawal Fa (F) diambil dari bahasa Arab dan memakai isim fail, maka kedua anak kami memiliki nama ini:
- ABDURRAHMAN VIRA EL-FATIH (EL-FATIH, arti Sang Pembuka, Pendobrak, Pioner)
- FATHIN VIRA RAHIMA (Fathin, cerdas);

4. Ketika pertamakali kami tahu isteri hamil, maka sejak itu pula kami melakukan pendidikan pra-lahir. Salah satu hikmah dari pendidikan saat hamil itu, ternyata memberikan kesiapan untuk menjadi seorang bapak atau ibu;

5. Ketika anak kami lahir, kami sudah merumuskan kurikulum pendidikan keluarga yang memiliki empat bidang 1) kurikulum mendidik anak agamis (sholeh/sholehah); 2) mendidik anak cerdas (multiple intelligences); 3) mendidik anak mandiri; dan 4) mendidik anak kreatif.

Demikian pembahasan singkat kita dalam pertemuan pertama ini. Mudah-mudahan apa yang saya paparkan ini, memberikan inspirasi, motivasi, dan hikmah untuk merumuskan tiga tema (visi-misi, realitas, dan strategi) di atas sesuai dengan diri atau keluarga Anda. Sungguh sebuah kebahagiaan bila Anda meluruskan bila ada yang keliru, menambahkan jika ada yang kurang, menceritakan pengalaman Anda dalam merumuskan tiga hal di atas. Semoga materi singkat ini, mengundang diskusi panjang kita.

Ilahi anta maqshudi wa ridlaka mathlubi
Wassalamu'alaikum Wr Wb

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang