Asik Ngobrol dengan Teman Khayal

Keberadaan teman khayal (imajiner) ternyata justru membantu anak berpikir kreatif.

”Molly jangan nakal ya, duduk di sini, Mama masak dulu.” Dena yang baru berusia dua setengah tahun berbicara pada Molly, sebuah boneka anak perempuan berkepang dua mainannya. Kemudian Dena pun tenggelam dalam ’ritual’ masak memasaknya, lengkap dengan kompor, penggorengan, piring, dan gelas mainan. Bunda cuma bisa mesem-mesem, melongok dari balik pintu dapur.

Keberadan teman khayal dalam kehidupan batita kita adalah gejala normal dan wajar, terutama pada usia 2-3 tahun. Hal ini terjadi karena perkembangan kognitif anak mulai tumbuh dan berkembang. Namun si teman khayal ini akan hilang seiring bertambahnya usia anak. Dan ternyata, sang teman khayal ini membawa dampak positif bagi perkembangan si kecil loh. Ia jadi mudah berteman secara nyata, kaya akan kosa kata karena sering 'ngobrol' sendiri, kreatif, serta mandiri.

Sebaliknya, bila anak mungkin tidak mempunyai teman imajiner, bisa jadi anak ini under stimulation, atau kurang stimulasi. Hal ini biasanya terjadi misalnya karena jarang didongengi, jarang diajak berkreasi, atau jarang berinteraksi dengan orang lain.


Bagi anak, teman khayal seolah-olah hidup, bisa berwujud maupun tidak, memiliki nama, ciri fisik, dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang biasa dilakukan seseorang dalam pergaulannya dengan anak-anak. Bisa berbentuk orang, hewan, atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk memainkan peran seorang teman.

Teman khayal ini mempunyai karakteristik kepribadian yang disukai si kecil. Teman khayal dapat dan mau melakukan apa saja yang diinginkan anak. Ini tentu saja menambah kesenangan yang diperoleh si kecil, yang tidak ia dapatkan dalam kehidupan sosialnya.

Saat bermain dengan si teman khayal, sebenarnya anak sedang belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Walaupun anak juga bisa melakukannya di dunia nyata, tapi anak akan merasa lebih relaks ketika melakukannya dengan teman khayal. Ini biasanya terjadi karena anak merasa bahwa teman sebaya di dunia nyata kadang tidak menyenangkan karena sering merebut mainannya, sementara teman di rumah (ibu dan kakak) terlalu sering melarang ini-itu.

Jadi, sebenarnya teman khayal bagi si kecil memang punya beberapa manfaat loh. Pertama, sebagai media penyaluran emosi anak yang tertahan. Teman khayal akan menjadi tempat curhat si kecil, misalnya tatkala orangtua sibuk. Nah Bunda, coba perhatikan, bisa jadi apa yang sedang anak mainkan adalah apa yang ia rasakan tapi tidak bisa disampaikan. Kekecewaan, harapan yang tidak tersampaikan, dan rasa sakit bisa tercermin dari permainan anak dengan teman khayalnya loh.
Kedua, menjadi tempat berbagi "penderitaan" anak. Misalnya saat si kecil melakukan kesalahan, menumpahkan susu atau merusak mainan. Walaupun itu hal yang tidak disengaja, bisa saja ia menumpahkan kemarahan pada si temah khayal, sebagai ungkapan rasa bersalah anak dan ketakutannya akan dimarahi orangtua. ”Bukan Dena, Ma. Molly tuh yang menumpahkan susunya.” Tentu saja Molly si boneka hanya diam membisu.

Untuk itu orangtua perlu memahami keberadan si teman khayal anak ini. Jangan anak malah dimarahi atau dipermalukan karena asik ngomong sendiri. Biarkan si kecil menikmatinya, biarkan semuanya berjalan secara alami. Masa seperti ini hanya datang sekali. Nanti, saat anak memasuki usia sekolah, teman khayal ini akan hilang dengan sendirinya. Saat itu anak sudah mempunyai teman nyata lebih banyak. Mereka akan lebih tertarik bermain dengan teman sungguhan.

Oh ya, namun ada juga yang perlu diwaspadai dari si teman khayal ini juga. Pertama, jika terlalu terlarut dengan teman imajiner ini, bisa jadi si kecil tidak memperoleh keterampilan bermain yang berhubungan dengan orang lain. Ini akan membuat anak selalu mau menang sendiri, dan tidak bisa bertoleransi. Kedua, anak dapat berperan sebagai pemimpin di tengah-tengah teman khayalnya dan mendominasi situasi permainan. Ini mendorong anak untuk selalu memerintah. Jika ini yang terjadi, hal tersebut mungkin akan jadi suatu kebiasaan yang bisa menghambat dirinya untuk dapat diterima dalam kelompok teman sebayanya. Ketiga, anak tidak akan memperoleh kesempatan untuk mempelajari berbagai pola perilaku, seperti wawasan sosial, kerja sama, dan sportivitas, bila dia keterusan bermain dengan teman khayal. Ini juga akan menghambatnya untuk dapat diterima oleh teman sebayanya ketika ia menyadari bahwa teman khayal sudah tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan teman.

Jadi, tetap beri pengertian pada si kecil soal teman khayalnya ya Bunda..

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang