Peragu

Oleh : Herman Kwok

"Saya selalu lamban mengambil keputusan dan terlalu banyak pertimbangan. Seorang yang peragu, apa masih bisa berubah ya? Bagaimana caranya?" tanya seorang wanita muda kepada saya dalam suatu pelatihan, beberapa waktu yang lalu. Ia adalah staff baru yang berumur sekitar 25-an. Dari penampilannya, terkesan type pemalu dan pendiam. "Seringkali peluang yang ada hilang karena saya tidak dapat mengambil keputusan cepat." lanjutnya.

Tentu saja mempertimbangkan masak-masak suatu keputusan adalah penting. Tetapi jika terlalu lama keputusan diambil bisa merugikan diri sendiri. Sempat pula saya ceritakan ilustrasi yang umum tentang kepribadian peragu bahwa tidak mengambil keputusan sama dengan mengambil keputusan. Seseorang yang terjebak kebakaran di lantai IV sebuah ruko dihadapkan pada pilihan:

  1. Terjun ke jalanan di depan ruko (melewati 4 lantai = 15 meter tinggi), resikonya meninggal atau minimal cacat.
  2. Loncat ke atap tetangga di samping (melewati 2 lantai = 7,5 meter tinggi), resikonya patah tulang.
  3. Diam di tempat menunggu keajaiban, resikonya mati terbakar.
Tidak mengambil keputusan atau terlalu lama mengambil keputusan = diam di tempat yang berakibat mati terbakar. Yang harus dilakukan adalah memilih resiko yang paling kecil yaitu loncat ke tetangga dan segera lakukan sebelum api membesar. Tentunya lebih baik lagi jika bisa sambil memeluk kasur atau gulungan kain untuk memperkecil benturan.

Orang yang peragu biasanya sulit sekali menentukan pilihan, padahal hidup ini terbentuk dari pilihan-pilihan. Sejak balita hingga meninggal setiap bangun tidur kita selalu dihadapkan pilihan. Waktu balita kita memilih mau lari atau jalan. Mau telan makanan atau memuntahkannya. Mau teriak atau nangis. Setelah dewasa bangun tidur memilih mau langsung mandi atau sarapan dulu, sikat gigi dulu atau makan, berangkat kerja naik motor, mobil atau kendaraan umum. Demikian seterusnya hingga pilihan penting yang menentukan perjalan hidup misalnya memilih bidang kuliah, memilih pasangan dsb. Kadang-kadang untuk mengurangi keraguan, kita ikut saja keputusan orang lain.

Kondisi saya yang sekarang adalah akibat pilihan-pilihan di masa lalu. Kalau saya dulu menjaga makanan, rajin berolah raga dan aktif berinvestasi maka kondisi sekarang kemungkinan besar akan lebih baik. Tentu saja ada faktor luar yang berpengaruh.

Kembali ke pertanyaan di atas tadi, jawabannya adalah kepribadian seorang peragu dapat dirubah. Menurut konsep DISC dari William Moulton Marston, untuk merubahnya dibutuhkan 3 hal:
  1. Memilih untuk berubah
  2. Melakukan berulang-ulang
  3. Mendapat manfaat dari perubahan itu.
Seorang peragu harus memutuskan untuk menjadi orang yang lebih tegas. Selanjutnya harus berlatih mengambil keputusan cepat berulang-ulang dan dilakukan setiap hari, tentunya dengan memilih yang resikonya terkecil dan manfaat yang terbesar. Jika resiko dan manfaatnya sama besar, putuskan salah satu yang disukai dalam hati kecil segera. Yang ketiga adalah harus bisa merasakan manfaat perubahan ini, jika tidak maka kepribadiannya akan kembali lagi menjadi peragu.

Satu hal lagi yang sangat penting adalah jangan menyesal dengan keputusan salah yang telah diambil, tapi cukup dijadikan pelajaran untuk tidak diulangi. Perasaan menyesal akan melukai jiwa sendiri dan membuat seseorang menjadi takut mengambil keputusan di masa depan.


Herman Kwok

Director of SemutApi Colony

www.semutapi.com

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang