Permudahlah dan Jangan Mempersulit

Oleh: Dr. Yusuf Qardhawi

http://media.isnet.org/islam/Bangkit/Qardhawi3.html

Penulis berpesan kepada para pemuda agar meninggalkan sikap memberat-beratkan diri dan berlebih-lebihan dalam beragama. Usahakanlah tetap berada pada posisi tengah dan membuat kemudahan-kemudahan, khususnya terhadap masyarakat umum yang hanya mampu menjalankan agama sebatas kemampuan orang-orang awam karena mereka berbeda dengan kalangan khusus (ahli wara' dan takwa). Memang dianjurkan agar seseorang mengambil suatu atau sejumlah masalah dengan ekstra hati-hati dan paling aman. Akan tetapi, terus menerus bersikap ketat dan meninggalkan kemudahan-kemudahan akan membuat agama ini terkesan sebagai "kumpulan hal-hal sulit yang menuntut kehati-hatian," dan yang menonjol adalah aspek-aspek yang berat dan sulit. Padahal Allah menghendaki kemudahan dan keluasan terhadap hamba-hamba-Nya.

Orang yang mau merenungkan ayat-ayat Al-Qur'an dan As-Sunnah serta petunjuk para sahabat niscaya akan menemui bahwa teks-teks itu mengajak kita untuk membuat kemudahan dan membuang hal-hal yang memberatkan serta menjauhkan diri dari sikap mempersukar hamba Allah.

Hendaklah kita mau merenungi ayat-ayat berikut.

"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (al-Baqarah: 185)

"Allah tidak hendak menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkanmu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu..." (al-Maidah: 6)

"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah." (an-Nisa': 28).

Allah berfirman mengenai qishas serta pemberian maaf dan damai di dalam ayat suci-Nya,

"Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat" (al-Baqarah: 178).

Cukuplah bagi kita, hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dari Rasulullah saw.,

"Jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa karena berlebih-lebihan dalam beragama" (HR Ahmad, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Hakim dengan isnad sahih).

Dan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menjelaskan,

"Seorang badui pernah kencing di dalam masjid, lalu orang-orang (para sahabat) berdiri menghampirinya untuk menindaknya. Rasulullah saw. bersabda, 'Biarkan dia, ambil segayung air atau setimba air dan siramkan pada bekas kencingnya. Sesungguhnya kamu sekalian diutus untuk membuat kemudahan dan tidak untuk membuat kesulitan.'" (HR Bukhari)

Abu Hurairah juga meriwayatkan dari Rasulullah saw.,

"Sesungguhnya agama itu mudah, dan tiada seseorang memberat-beratkan agama kecuali ia dikalahkan olehnya. Maka luruskanlah, dekatkanlah, dan gembirakanlah (mereka)." (HR Bukhari)

Rasulullah saw. selalu memilih yang paling mudah di antara dua pilihan selama pilihan itu tidak mengandung dosa. Ketika salah seorang sahabatnya mengadu bahwa dia terlambat dari kelompoknya karena seorang imam memanjangkan shalatnya, maka Rasulullah saw. sangat marah lalu bersabda,

"Wahai manusia, kamu seringkali menjauhkan orang-orang dari beragama, barangsiapa shalat bersama orang banyak maka ringankanlah, sebab di antara mereka ada yang sakit, lemah, dan mempunyai suatu keperluan." (HR Bukhari)

Seorang sahabat, Mu'adz, pernah mengimami orang banyak dengan bacaan yang amat panjang. Rasulullah saw. menegurnya: "Apakah Engkau pembuat fitnah, wahai Mu'adz?." Beliau mengulanginya tiga kali. Teguran ini dapat diartikan bahwa memberat-beratkan orang dan membebani mereka dengan hal yang sulit merupakan malapetaka.

Apabila seorang diperbolehkan memberatkan diri untuk mencapai tingkat amal yang lebih sempurna dan selamat, maka ia dilarang memberlakukan hal itu pada masyarakat umum agar mereka tidak lari dari agama Allah tanpa disadari. Sebagai teladan, lihatlah Rasulullah saw. Pribadi agung ini adalah hamba Allah yang paling panjang shalatnya jika sedang mendirikan shalat sendirian, namun paling ringkas jika sedang memimpin shalat berjamaah. Beliau bersabda,

"Jika salah seorang di antara kalian melakukan shalat dengan orang-orang (shalat berjamaah), maka perpendeklah, sebab di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan lanjut usia. Bila salah seorang di antara kalian sedang melakukan shalat sendirian, maka perpanjanglah sekehendaknya." (HR Bukhari)

Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Sesungguhnya saya melakukan shalat, dan saya ingin memperpanjangnya, tetapi saya mendengar suara tangis anak, maka saya memperpendek shalat saya karena tidak mau menyusahkan ibunya (yang sedang menjadi makmum)." (HR Bukhari)

Imam Muslim menjelaskan dalam Shahih-nya bahwa Rasulullah saw. bila hendak meringkas shalatnya, maka beliau membaca surat pendek.

Dari 'Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,

"Nabi saw. melarang mereka melakukan wishal (puasa tanpa berbuka sampai hari kedua) sebagai tanda kasih sayang kepada mereka. Mereka bertanya, "Sesungguhnya Anda melakukan wishal?" Rasulullah saw. menjawab, "Saya melakukannya tidak seperti kalian, saya diberi makan dan minum oleh Allah pada malam hari." (Muttafaq-'alaih)

Jika sikap mempermudah ini dibutuhkan pada zaman Rasulullah saw., maka pada zaman sekarang kita justru lebih membutuhkannya, karena zaman kita ini ditandai dengan fenomena menurunnya keberagamaan, melemahnya keyakinan, menguatnya kehidupan materialistik, dan memuncaknya berbagai kemungkaran yang setiap saat dapat menggoyahkan iman. Memegang teguh agama dalam kondisi semacam ini seperti memegang bara api. Kondisi demikian tentu menghajatkan adanya kemudahan dan keringanan dalam beragama. Berkaitan dengan pembahasan ini, para fuqaha telah menetapkan suatu kaidah,

"Bahwa kesulitan menarik kemudahan, yakni suatu perkara bila sempit (harus) diperluas, dan tersebarluasnya malapetaka mengharuskan adanya keringanan."

#Created in Braunschweig 2003#

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang