Hikmah di tengah perjalanan 1

Kita sering salah menafsirkan ketentuan Allah. Jika kita belajar dari anak-anak, mereka juga tak bisa kita pahamkan, mengapa boleh ini itu, mengapa harus begini begitu, dst. Yang kita tau, mereka belum 'nyampe' pemikirannya seperti kita, sehingga segala daya upaya kita lakukan untuk menghindari mereka dari hal-hal yang membahayakan/merugikan atau menggiring mereka kepada hal-hal yang membaikkan dan menguntungkan mereka.


Maka begitu pula seharusnya kita, berpikir bahwa kita juga bisa seprti anak-anak kecil itu, yang belum nyampe pemikirannya dibandingkan Allah, yang jauh lebih Maha Mengetahui akan keadaan makhluk-makhlukNya. Dengan konsep ini, seseorang tidak akan lagi sedetikpun terpikir untuk berprasangka buruk terhadap ketentuan Allah pada dirinya. Allah SWT berfirman:

„Wa maa ashoobakum min hasanatin faminAllah wa maa ashoobakum min sayyi'atin famin nafsik"


Karena itu pula, kenapa kita dianjurkan untuk senantiasa bertawakkal dan meminta tuntunan dari Allah, agar segala yang kita lakukan tetap berada dalam jalan yang Ia ridhoi, sebab hanya Dia yang tahu apa yang sesungguhnya terbaik buat kita. Sebab seringkali, pada saat ini kita belum tau apa yang dimaksud dari kehendak Allah terhadap kita, tapi suatu waktu nanti kita akan diberikan pemahaman, kenapa sesuatu itu ditentukan Allah yang terbaik buat kita. Sebagaimana seorang anak, saat dia besar dan dewasa, barulah dia menyadari dan mengerti, kenapa ayah dan ibunya melarang ini itu, atau menyuruh ini itu. Dia baru memahami bahwa ayah dan ibunya selalu ingin yang terbaik buatnya. Padahal Allah SWT lebih sayang pada hambaNya melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Maka selama kita belum mengerti, kenapa kita dilarang ini itu, atau disuruh ini itu, dan kenapa kita diberi sesuatu atau diambil sesuatu dari kita, maka dalam pandangan Allah kita belum 'dewasa', walaupun umur kita di dunia sudah begitu banyaknya. Ada orang yang diambil kesehatannya, ada orang yang diberi musibah dan kesulitan secara tiba-tiba, ada orang yang kehilangan harta dan semua titipan Allah hanya dalam waktu sekejap. Semua bisa terjadi jika Allah berkehendak untuk sesuatu yang terbaik buat hambaNya. Banyak dari kita lebih sering mengeluh dan menyalahkan keputusan dan ketentuan Allah tanpa berusaha memahami sesuatu dibaliknya. Bahkan terkadang, mereka yang usianya lebih muda dari kita, bisa jadi lebih dewasa dalam pandangan Allah, karena kedalaman ilmu dan pemahamannya tentang segala ketentuan Allah, begitu pula pemahaman tersebut tergambar dalam perilaku hidupnya, serta sikap dan gerak geriknya sehari-hari.


Kebaikan yang dilakukan hanya untuk Allah, tidak pernah memandang sedikitpun kepada apa yang dilakukan oleh manusia, bahkan sekalipun balasannya berupa keburukan. Ia selalu melihat dan mengharap hanya kepada keridhoan Allah, tanpa sedikitpun mamandang kepada balasan manusia. Jika manusia membalas dengan kebaikan ataupun pujian, itu hanya karena keutamaan/fadhilah yang Allah limpahkan kepadaNya. Semuanya tetap kembali kepada Allah sebagai pemilik segala kebaikan. Terkadang seseorang sampai berniat untuk tidak melanjutkan untuk melakukan suatu kebaikan hanya karena menerima balasan yang tidak ia harapkan dari manusia. Padahal, pada awalnya ia bersungguh-sungguh meniatkan kebaikan itu lillah, hanya untuk mendapatkan keridhoan Allah. Bisa jadi, Allah ingin mengujinya. Apakah betul niatnya untuk mendapatkan keridhoan Allah, ataukah untuk manusia?Bukankan Allah Maha pembolak balik hati manusia?


Allah yang menciptakan mausia dan seluruh makhluk di alam ini.

Tidak mungkin Allah tidak bisa menguasai dan mengatur seluruh makhlukNya tersebut, termasuk manusia. Maka, Allah bisa saja membuat manusia seluruhnya taat dan tunduk padaNya, sebagaimana ia membuat seluruh malaikat yang diciptakannya selalu patuh pada perintahNya. Tentu saja, Allah juga bisa berkehendak untuk memasukkan seluruh manusia ke JannahNya. Pada intinya, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Serumit apapun pikiran manusia, tetap ada yang lebih tinggi. Jawabnya singkat dan mudah: Allah.



Terkadang manusia berlindung dibalik kata 'harus ikhtiar', untuk menutupi kekurangyakinannya kepada Allah. Sebaliknya, terkadang manusia juga berlindung dibalik kata 'tawakkal' untuk menutupi kekuranggigihannya atau kekurangmaksimalannya dalam berikhtiar.


Rule: Manusia tidak boleh bersandar kepada ikhtiarnya, ia tetap harus bersandar kepada Allah.

Ikhtiar yang dilakukannya, diniatkan dalam rangka ibadah kepada Allah semata dan mengharapkan ridha dari Allah, karena ikhtiar itu sendiri ibadah, yang diperintahkan oleh Allah SWT. „Wa qul i'maluu fasayarAllaahu 'amalakum".

Ia tetap berikhtiar dengan segenap potensi yang diberikan oleh Allah, tapi tetap hatinya bersandar kepada Allah, bahwa hanya dengan izin Allah-lah ia sanggup berikhtiar dan hanya dengan kehendak Allah pula, ia berhasil atau gagal. Dengan demikian, ia tak pernah takut dengan resiko apapun. Ia juga tidak pernah berbangga dengan keberhasilan atau prestasi yang diraihnya. Berhasil ataupun gagal baginya sama saja. Yang ia takutkan dan khawatirkan adalah, cuma satu, jika Allah tidak ridho dengan dirinya, dengan ikhtiarnya, dan dengan apa yang dilakukannya. Sebab itu berarti sia-sia saja, tidak akan menjadi tabungannya di akhirat, hanya sebatas di dunia saja, lalu lenyap seiring berakhirnya dunia.

Jadi segala puncak aktivitas, puncak ikhtiar dan tujuannya beramal dalam hidup ini hanyalah keridhoan Allah. Setiap waktu dan setiap detik selalu tersambung hatinya dengan Allah. Tak pernah ia berpikir tentang respon dan reaksi manusia. Manusia baginya hanyalah wasilah (perantara) yang juga disediakan Allah kepadanya untuk membantunya beramal dan berikhtiar sesuai kehendak Allah.

Allahu ghooyatunaa...Rasulullah SAW qudwatuna, Quran dustuuruna...Al Jihaadu wal mautu fii sabiilillahi akbaru hammina.


Wallaahu a'lam bis shawaab.


Perjalanan Göttingen-Braunschweig,

14 Desember 2010


Comments

betul juga, perjalanan ini, memang penuh misteri..

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Jadilah Seperti Ikan Di Air Bening Yang Tenang