Berdagang, Jalan Menjadi Pewirausaha

Berdagang, Jalan Menjadi Pewirausaha

Banyak pengusaha besar (konglomerat) di Indonesia pada mulanya berkarier sebagai pedagang atau penjual. Liem Sio Liong (Om Liem), ketika pertama berbisnis di Indonesia dan menginjakkan kaki pertama di Semarang dari China Daratan, awalnya juga mulai berdagang dengan kebutuhan pokok di Jawa tengah.

William Suryajaya, pendiri Astra, bisnis awalnya adalah pedagang dan pemasok kebutuhan beberapa instansi pemerintah. Awalnya mereka tidak punya produk buatan sendiri. Keluarga Katuari pendiri Group Wing awalnya juga pedagang sabun sebelum sukses membangun industri sabun sendiri.

Namun banyak orang bingung ketika hendak memulai jadi pewirausaha (entrepreneur). Belum apa-apa, mereka sudah membayangkan yang berat-berat, seperti harus punya modal dan bisa membuat produk sendiri.

Kalau memulai usaha harus memikirkan tingkatan seperti itu memang berat. Banyak orang yang tidak tahu bahwa sesungguhnya berdagang adalah langkah bagus untuk memulai usaha.

Berdagang prosesnya lebih mudah, kita tidak perlu memikirkan produksi. Yang kita perlu pikirkan hanya pemasaran. Kita membeli produk dari pihak tertentu dan kemudian menjualnya ke pihak lain dengan harga yang lebih tinggi agar mendapatkan margin untung. Berdagang, adalah media pembelajaran entrepreneur yang sangat baik dan sederhana yang akan mengajari kita untuk membedakan mana biaya modal dan mana untung.

Kuncinya kita cukup dengan cara menjual lebih tinggi barang dagangan kita, dibanding harga beli plus biaya transpor. Kita bisa mengoptimalkan keuntungan dari aspek tempat dan waktu. Misal semangka yang di Yogyakarta atau Jawa Tengah harganya rendah, tapi karena faktor tempat, saat dijual ke Jakarta, harganya bisa dua kali lipat. Kalau kita menjual semangka tersebut satu truk, laba bersihnya bisa Rp 1 juta per sekali kirim.

Demikian juga kedelai, tempurung kelapa, bawang merah, dan lain-lain yang di daerah tertentu amat murah, di tempat lain harganya bisa berlipat-lipat. Di Brebes bawang merah cuma Rp 8 ribu/kg, dibawa ke Jakarta yang hanya enam jam perjalanan, harganya sudah dua kali lipat.

Tidak usah jauh-jauh, Anda bisa saja beli pakaian jadi di Pasar Tanah Abang, Pasar Pagi (Mangga Dua) atau Pasar Cipulir yang harganya cuma Rp 20 ribu per potong, begitu barang tersebut ada di sekitar Anda harganya bisa Rp 50 ribu.

Pedagang juga bisa mencari benefit dari waktu. Ketika musim padi kita beli gabah sebanyak-banyaknya karena harga murah. Lalu kita simpan di gudang 3-4 bulan, sekalian mengeringkan gabah, lalu kita giling dan dijual di saat musim non-panen. Harga di saat non-panen biasanya lebih mahal. Di saat panen bahkan sering barang dibuang-buang, namun di saat tidak panen barang itu menjadi bernilai. Anda mau mencoba menjadi pedagang? (*/S-1)

Sumber : Harian Media Indonesia; Selasa, 7 April 2009



Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Para Ayah, Di Manakah Kalian?