Pelajaran dari negri Malaysia

Republika Online : http://www.republika.co.id


Tuduhan yang ditimpakan pada Anwar Ibrahim sangat menistakan karakter seorang Anwar Ibrahim. Ia dituduh sodomi dan korupsi, enam tahun lalu. Ia pun masuk penjara. Kini, Mahkamah Agung membebaskannya dari semua tuduhan. Ia bebas. Namun kini ia harus selalu berada di atas kursi roda. Ia lumpuh akibat siksaan fisik yang ia terima selama dipenjara. Lehernya pun selalu dibantu alat penopang. Ia seorang wakil perdana menteri.

Karena itu banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa di balik kasus ini sebetulnya ada perbedaan politik antara Anwar dengan Mahathir Mohammad. Dulu, pada 1969 Mahathir pernah dipecat dari UMNO, partai berkuasa di Malaysia. Ini akibat konfliknya dengan Tunku Abdul Rahman, ketua UMNO yang juga perdana menteri Malaysia. Hal itu dipicu perbedaan pandangan antara keduanya dalam melihat etnis Melayu. Mahathir adalah seorang dengan nasionalisme Melayu yang sangat kuat. Bukunya, Malay Dilemma (1982), mengukuhkan pemikirannya tersebut. Pada 1970, Mahathir bergabung kembali ke UMNO saat Tun Abdul Razak menggantikan Rahman.

Mereka berdua membawa etnis Melayu pada kemajuan melalui kebijakan afirmatif yang mereka jalankan. Konflik antara etnis Cina dan Melayu di Malaysia tak pernah terjadi lagi. Etnis Cina makin kaya namun etnis Melayu tak tercecer. Malaysia pun menjadi negeri maju. Banyak yang menduga bahwa konflik antara Mahathir dan Anwar lebih ke soal perbedaan sikap antara keduanya dalam melihat globalisasi. Kita tahu bahwa setelah Perang Dingin berakhir, wacana percaturan global bergeser dari soal politik ke ekonomi, khususnya perdagangan bebas. Bahkan konflik itu terjadi di ambang krisis moneter melanda Asia. Apapun di balik konflik keduanya, dan penampakan dan tragedinya, toh Mahathir telah berhasil menyelamatkan Malaysia dari krisis. Bukan hanya itu, Mahthir membawa Malaysia untuk lebih kokoh menghadapi persaingan keras perdagangan dunia.

Rumor bahwa Abdullah Ahmad Badawi akan membebaskan Anwar Ibrahim sudah muncul sejak Badawi naik menggantikan Mahathir. Pak Lah, sapaan Badawi, aktif bertemu dengan 'orang-orang Anwar'. Namun keduanya membantah bahwa keputusan MA merupakan hasil deal politik. Kini, Anwar sudah bebas. Apakah ia akan kembali menjadi anggota UMNO? Anwar tak mau berspekulasi, demikian pula Pak Lah. Yang pasti, ia telah memiliki partai sendiri, Partai Keadilan, yang dipimpin istrinya, Wan Azizah Wan Ismail. Mungkinkah ia mengikuti jalan Mahathir: kembali ke UMNO dan kemudian memimpin Malaysia? Semua bisa saja terjadi, walau harus diakui situasinya sudah berbeda. Namun dari peristiwa kebebasan Anwar, kita sebagai negeri serumpun semestinya bisa lebih banyak belajar. Sebagai negeri yang merdeka lebih dulu, dan dilahirkan oleh tokoh-tokoh besar, semestinya kita bisa lebih beradab dalam mengelola perjalanan bangsa.

Mahathir tak berusaha cawe-cawe menghambat langkah penggantinya dalam 'membebaskan' Anwar. Ia membiarkan sejarah itu terjadi. Padahal ini tentu memukul kebijakannya di masa lalu. Karena itu, Mahathir berucap yakin bahwa Anwar memang bersalah walau MA membebaskannya. Anwar pun sama sekali tak pernah berucap mengecam Mahathir. Ia lebih suka berbicara tentang pengobatannya ke Jerman. Kekelaman di masa lalu mereka kubur, dan rakyat pun tak terpicu untuk ingar bingar apalagi anarkhis. Memimpin memang bukanlah berkuasa. Pak Lah telah mengurai kekusutan sejarah Malaysia menjadi keindahan. Di sana ada adab dan 'kelas' sebuah bangsa yang sudah berhasil mentas. Apakah para pemimpin kita mempunyai 'kelas' seperti itu?

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Para Ayah, Di Manakah Kalian?