Semoga kisah ini bisa memberikan tetesan kerinduan akan perjumpaan dengan-Nya...

Kiriman: "Harnida Ardiana(Henie)" (Thanks 2U)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

PENJEMPUTAN

Pernahkah Anda melihat seseorang menjelang sakratul maut? Berapakali Anda
melihat mereka yang terbelalak ketakutan, yang kesakitan atau yang hanya
seperti hendak tidur?

Aku punya seorang teman dekat di SMU I Binjai bernama Wati. Ia dara
berjilbab yang sangat cantik, supel, berbudi, senang menolong orang lain dan
selalu menjadi juara kelas. Maka seperti mendengar petir di siang hari, saat
kudengar ia yang sudah sekian lama tak masuk sekolah ternyata mengidap
kanker rahim. Bahkan sudah menyebar hingga stadium empat!!

Sekolah kami berduka. Para aktivis rohis amat sedih. Wati adalah motor
segala kegiatan dakwah. Ide-idenya segar. Ia selalu punya terobosan baru. Ia
bisa mendekati dan disukai siapapun. SUngguh, kami tak memiliki Wati yang
lain.

Maka betapa pedih menatapnya hari itu. Ia tergolek lemah di ranjang.
Badannya menjadi amat kurus. Wajahnya pasi. Setelah sakit berbulan-bulan,
hari ini ia tak mampu lagi mengenali kami!

"Wati sudah sebulan ini tak bisa bangun-," kata ibunya sambil mengusap
airmatanya.

Namun kami berbelalak, saat baru saja ibunyaselesai bicara, perlahan Wati
berusaha untuk bangun. Kami semua tercengang saat ia berdiri dan berjalan
melintasi kami seraya berkata dengan sura nyaris tak terdengar, "Aku mau
berwudhu dan shalat Dhuha."

Serentak kami semua berebutan membimbingnya ke kamar mandi. Setelah itu
ibunya memakaikannya mukena dan sarung. Sementara ayahnya kembali
membaringkannya di tempat tidur karena ia terlalu lemah untuk shalat sambil
berdiri.

Hening. Tak seorang pun yang bersuara saat ia melakukan sholat Dhuha.
Selesai sholat, saat ibunya akan membukakan mukena, ia melarang dengan
halus. Lalu lama sekali dipandanginya wajah ibu, ayah dan adik-adiknya satu
persatu bergantian. Dari mulutnya terus menerus terdengar asma Allah. kami
yang menyaksikan tak kuat lagi menahan tangis.

Tiba-tiba Wati tersenyum. Ia memandang kami, teman-temannya, dengan penuh
sayang. Lalu kembali memandang wajah ayah, ibu dan adik-adiknya bergantian.
Kini kulihat bulian bening menetes dari sudut matanya. Lalu susah payah ia
mengangkat kedua tangannya dan mendekapkannya di dada. Dengan tersenyum ia
menutup kedua matanya sambil mengucapkan dua kalimat syahadat dengan sangat
lancar.

Innalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun. Ia telah pergi untuk selamanya. Bagai
melayang aku menyaksikan semua. Dadaku berdebar, lututku gemetar.
Subhanallah, ia telah kembali dengan sangat sempurna dalam usia yang baru 18
tahun.

Tiba-tiba, antara ilusi dan kenyataan, aku mencium wewangian. Tubuhku
bergidik. Aku menangis terisak-isak.

Allah, siapkah aku bila Engkau ingin bertemu??

--
#Created in Braunschweig 2003#

Comments

Popular posts from this blog

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Update from empowr

Para Ayah, Di Manakah Kalian?